AKU DAN KISAH KELAMKU
sumber gambar : disini |
Tik..
tik.. tik..
Hujan mulai turun membasahi bumi ini. Aku berlari-lari
mencari tempat untuk berteduh. Akhirnya aku menemukan sebuah gubuk tua.
Lumayanlah kalau untuk berteduh malam ini. Bajuku sudah basah kuyup. Dingin
sekali rasanya. Aku mulai mencari kardus untuk menghangatkan tubuhku. Aku cari
ke sela-sela sudut. Aku temukan setumpuk kardus yang nampaknya sudah tak
terpakai. Lalu, aku mulai menggelar kardus untuk tempat tidur. Kardus lainnya
aku gunakan untuk menjadi selimut. Aku benci sekali dengan hujan. Aku benci
karena hujan mengingatkanku pada masa lalu ku yang kelam.
Aku mulai merebahkan tubuhku di atas tumpukan kardus.
Badanku terasa menggigil sekali. Tak ada lagi selimut lembut yang bisa gunakan.
Tak ada lagi coklat panas yang bisa aku minum di kala aku kedinginan. Semuanya
sudah tak ada lagi. Yang ada kini hanyalah kardus dan air mata. Aku kembali
teringat dengan kejadian itu lagi. Kejadian dimana Bapakku pergi meninggalkan
kami sekeluarga. Bapakku yang kasar dan selalu membentak Ibuku. Aku benci
sekali dengan Bapakku.
***
Waktu itu, saat malam semakin larut, Bapakku belum pulang
dari kantornya. Ibuku terlihat khawatir sekali. Ia berjalan mondar-mandir di
ruang tamu. Sesekali ia membuka gorden untuk mengecek apakah Bapakku sudah
sampai di rumah atau belum. Ibuku sedih sekali nampaknya.
“Bu, lebih baik ibu
istirahat sekarang. Biar aku saja yang menunggu Bapak pulang.” Kataku pada Ibu
“Tak apa nak, biar
Ibu saja yang menunggu sampai Bapakmu pulang. Kamu istirahat saja sekarang. Ibu
tidak apa-apa kok menunggu sendirian.” Balas
Ibu
“Tapi, Bu... Ibu
terlihat lelah sekali sepertinya. Aku tak mau Ibu sakit.” Balasku
“Ibu baik - baik
saja kok, Nak. Sekarang lebih baik kamu bergegas ke kamar lalu segera tidur.
Ini sudah larut malam sekali.” Balas
Ibu
“Baik, Bu.” Jawabku pelan
Aku beranjak ke kamar dan bergegas tidur. Ku tarik
selimut lembutku. Ku peluk guling kesayanganku. Ku nyalakan lampu tidurku. Lalu
ku ucapkan doa dalam hati.
“Ya Allah, engkau
yang maha tahu dimana keberadaan Bapakku saat ini, aku mohon lindungi dia.
Lindungi dia dari semua mara bahaya yang ada di luar sana. Semoga Bapakku cepat
pulang ke rumah agar Ibuku tak cemas lagi dengan dirinya. Amin.” Ucapku dalam hati. Lalu aku pun terlelap dalam hening
malam.
DUARRR......
Aku terbangun karena mendengar suara petir yang cukup
keras dan dibarengi dengan cahaya kilat yang menembus jendela kamarku. Lalu
hujanpun turun dengan deras. Aku takut sekali dengan suara petir itu. Aku
segera berlari mencari Ibu.
“Bu, Ibu dimana?
Aku takut, Bu...” kataku sambil mencari-cari
ibu
BRAKK…
Aku mendengar ada orang yang mendobrak pintu rumahku. Aku
bergegas menuju ruang tamu untuk melihat siapa yang mendobrak pintu rumahku di
tengah malam seperti ini.
Aku
mengintip dari ruang makan. Ku lihat Ibuku terlelap di sofa yang berada di
ruang tamu. Orang itu terus menerus menendang pintu rumahku. Ibu pun kaget dan
terbangun dari tidurnya.
“Heh, cepat buka
pintunya. Ada orang tidak sih di dalam?” teriak
orang itu dari teras rumahku.
“Iya, sebentar.” Jawab ibu
Ibu segera beranjak dari sofa untuk membukakan pintu.
Ternyata itu adalah Bapakku. Dia baru saja pulang dari kantornya. Ku lihat
Bapak memarahi Ibu karena Ibu lama membukakan pintu.
“Kamu kemana aja
sih? Dari tadi aku sudah mengetuk pintu berulang-ulang tapi tidak ada yang
membukakannya.” Kata Bapak sambil
membentak Ibu
“Maaf, Pak. Tadi
aku tertidur. Bapak dari mana saja kok baru pulang jam segini?” tanya Ibu
“Kamu itu mau tahu
saja sih urusan orang.” Balas Bapak
“Aku ini kan
istrimu, Pak. Aku sangat khawatir dengan keadaanmu.” Kata Ibu sambil membawakan tas Bapak.
“Aku ini sudah
besar. Kamu tak usah terlalu menghawatirkan ku. Aku bisa jaga diri kok.” Balas Bapak
Ibu
membawakan tas Bapak ke kamar. Lalu ia kembali dengan membawa handuk dan
segelas teh panas.
“Pakai handuk ini
untuk mengeringkan rambutmu, Pak. Segera minum teh nya agar kamu tidak
kedinginan.” kata Ibu sambil
menghidangkan teh panas di meja makan.
Huh,
begitulah sifat Bapakku. Keras, kasar, dan suka membentak pada Ibu. Aku mulai
bergegas kembali ke tempat tidurku.
***
Keesokan harinya...
“Bu, mana sarapan
nya? Aku sudah harus buru-buru ke kantor nih.” Teriak Bapak dengan lantang
“Iya, sabar.
Sebentar lagi matang kok, Pak.” Jawab
Ibu sambil membawakan sepiring nasi goreng dan teh hangat ke meja makan
Lalu Bapak makan dengan lahap. Ibu pun ikut duduk di meja
makan bersama Bapak.
“Pak, aku mau tanya
boleh?” tanya Ibu
“Kamu mau tanya
apa? Tidak lihat apa aku ini sedang makan?” jawab Bapak
“Iya, iya, Pak.
Semalam saat membereskan tasmu, ku lihat ada lipstik dan parfum wanita. Itu
milik siapa ya, Pak?” Tanya Ibu
“Kamu berani-berani
nya ya membuka isi tasku. Kamu tak perlu tahu itu punya siapa.” Balas Bapak sambil memukul meja makan
“Aku hanya ingin
tahu itu milik siapa, Pak. Aku juga lihat di kemejamu ada bekas kecupan bibir
seorang wanita. Itu kecupan siapa, Pak? Tanya
Ibu lagi
“Kamu ini kurang
ajar sekali jadi orang! Pertama, kamu sudah berani membuka tasku. Sekarang kamu
memfitnah aku dengan hal konyol seperti itu.” bentak Bapak pada Ibu
“Bapak tidak
selingkuh kan, Pak?” jawab ibu
Namun, Bapak hanya diam. Ia tak menjawab pertanyaan Ibu
“Jawab, Pak. Jawab
pertanyaanku.” Tanya Ibu sambil menggoyang-goyang
lengan Bapak
“Dasar wanita nggak
tahu di untung. Aku sudah bersusah payah mencari uang, tapi kamu malah
seenaknya saja memfitnahku seperti itu.” bentak Bapak sambil menampar pipi Ibu
Aku terbangun karena mendengar suara ribut-ribut. Aku
segera bergegas merapikan tempat tidurku. Aku mengintip dari kamarku. Ku lihat
Bapak sedang memarahi Ibu. Air mataku mulai menetes melihat Ibu ditampar oleh
Bapak. Aku pun berlari mendekati Ibu sambil berkata,
“Sudah, sudah, Pak.
Jangan sakiti Ibu terus. Ibu memang salah apa sih sama Bapak?” tanyaku pada Bapak
“Heh, kamu anak
kecil, ngapain kamu ikut campur urusan Bapak dan Ibu. Masuk sana ke dalam
kamar.” Bentak Bapak
“Aku tak akan masuk
kamar sebelum Bapak berhenti menyakiti Ibu seperti ini.” jawabku lantang
“Nggak Ibu, nggak
anak, semuanya sama-sama kurang ajar ya. Lebih baik Bapak pergi saja dari
sini.” Bentak Bapak kembali
Bapak bergegas ke kamar, lalu membereskan baju-bajunya ke
dalam koper. Ku lihat air mata Ibu masih saja menetes. Aku memeluk Ibu dengan
erat lalu ku coba untuk menenangkannya.
BRAKK...
Bapak keluar kamar sambil membanting pintu dengan keras.
“Kamu mau kemana,
Pak?” Tanya Ibu sambil memegang tangan
Bapak
“Aku mau kemana
saja pun itu bukan menjadi urusanmu.” Bentak
Bapak
“Pak, jangan pergi.
Jangan tinggalkan kami, Pak.” Mohon
Ibu pada Bapak sambil berusaha menghapus air matanya
“Aku sudah tidak
betah lagi di rumah ini. Sejak awal pernikahan, dirimu selalu menaruh rasa
curiga padaku.” Jawab Bapak
“Tapi, Pak,
semuanya itu kan masih bisa diperbaiki lagi.” balas Ibu
“Semuanya sudah
terjadi. Tak ada lagi yang perlu diperbaiki.” Jawab Bapak
“Tapi, Pak...” kata Ibu sambil memegang tangan Bapak
“Tapi apalagi? Urus
saja urusanmu sendiri.” Bentak Bapak sambil
mendorong Ibu hingga terjatuh ke lantai
Aku
langsung berlari menghampiri Ibuku.
“Sudahlah, Bu.
Biarkan saja Bapak pergi. Orang seperti dia itu tak pantas disebut Bapak” seru ku seraya memeluk Ibu
Aku membawa Ibu ke dalam kamar untuk beristirahat. Ia
sudah lelah sekali kelihatannya. Wajahnya terlihat pucat dan penuh air mata. Ku
buatkan teh hangat untuk Ibu. Lalu ku biarkan Ibu istirahat.
Tok.. tok.. tok..
Pintu rumahku kembali diketuk.
“Siapa lagi sih?
Apa jangan-jangan itu Bapak? Mau apa dia datang kembali lagi?” ucapku dalam hati
Ku buka pintu rumahku. Terlihat dua orang laki-laki yang
berbadan besar dan berkacamata hitam.
“Maaf, Bapak ingin
mencari siapa ya?” tanyaku
“Mana Bapakmu?” tanya orang itu
“Bapakku sudah
pergi dari tadi dan sepertinya tak akan kembali lagi. Memangnya ada apa, Pak? Tanyaku lagi
“Bapakmu itu 3
bulan yang lalu meminjam uang pada bos kami. Dia bilang mau melunasinya minggu
lalu. Tapi, sampai sekarang dia tidak belum bayar juga.” Jawab orang itu
“Pinjam uang? Buat
apa Bapakku meminjam uang pada bos kalian?” tanyaku sambil merasa heran
“Bapakmu bilang
pinjam uang untuk membangun rumah dan biaya belanja istrinya.” Jawab orang itu
“Istri? Ibuku sudah
lama tak pernah menerima uang sepeser pun dari Bapakku.” Terangku pada orang itu
“Saya tidak peduli
istri mana yang Bapakmu maksud. Saya mau rumah ini segera dikosongkan nanti
malam. Rumah ini kami sita karena Bapakmu tidak sanggup membayar semua hutang-hutang
nya.” Kata orang itu sambil bergegas
pergi
Bagaimanakah nasib si Anak itu dan Ibunya? Akankah mereka
mau menyerahkan rumahnya pada debt collector? Tunggu cerita selanjutnya ya...
13 komentar
Tegang ih baca ceritanya hahaha geregetan sama bapaknya, pengen di kebirii sama orang satu kampung dia -_-
BalasHapusIya, bapaknya emang ngeselin banget :|
HapusYah bersambung.
BalasHapusKeren ceritanya, jadi kebayang...
Thanks, Bro :))
HapusIni lagi dilanjutin kok cerita selanjutnya..
mana lanjutannya? #penasaran
BalasHapusHehehe ini lagi dibuat kok. Sabat ya :))
HapusDitunggu lanjutannyaaa yaaa... :D
BalasHapusOkeee :D
HapusDuh, kalo baca cerita soal utang-piutang keluarga gini berasa gimana gitu. Kasian ya kalo banyak di kehidupan nyata terjadi hal semacam ini :(
BalasHapusIya, kasian banget. Tetanggaku malah pernah ngalaminnya sendiri. Mereka mendadak jadi miskin karena bapaknya:(
Hapusaduh, curhat aku banget. bedanya ngga ada utang piutang dan bapakku pergi hhaha
BalasHapusSeriusan bapakkmu kaya gitu? Duh, maaf ya kalo ceritaku ngingetin kamu sama bapakmu._.
Hapusceritanya mengharukan juga ya, kok bapaknya begitu tega sama istri dan anaknya..
BalasHapusTak komentar maka tak sayang. Tak sayang maka tak jadian~