Seperempat Abad Terberat Dalam Hidup

by - 02.23

2020 menjadi tahun terberat bagi semua orang. Tak terkecuali bagi saya. Di tahun ini saya genap memasuki usia seperempat abad. Katanya di usia seperempat abad itu seseorang akan menemukan jati dirinya sendiri. Di usia-usia inilah yang menentukan seperti apa kamu di masa tua nanti.

 

Dari sebelas bulan yang telah berlalu di 2020 ini, saya ingin beristirahat sejenak untuk kembali menilik kejadian-kejadian apa saja yang sudah berhasil saya lewati. Di bulan pertama, hidup saya berjalan seperti biasa. Pagi bekerja di sebuah sekolah dan sore hingga malam lanjut di tempat bimbel. Capek? Tentu saja. Di saat saya sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah, rekan-rekan kerja saya sudah beristirahat di rumahnya masing-masing.

 

Di bulan kedua, saya memutuskan untuk berhenti dari tempat bimbel karena fisik saya mulai kelelahan dan imun terus menurun. Keputusan ini saya buat dengan sematang mungkin dengan mempertimbangkan dua buah sisi. Sisi baiknya kesehatan saya mulai membaik karena tidak diforsir dalam bekerja dan sisi buruknya penghasilan saya sedikit berkurang. Di bulan ini pula saya mengalami suatu kebimbangan. Memilih antara mengikuti kemauan orang tua atau mengabdi pada pekerjaan. Bapak saya menginginkan saya untuk mengikuti jejaknya menjadi PNS. Namun, di sisi lain ketika saya jadwal tes sudah keluar, saya tidak mendapatkan izin dari lembaga tempat saya bekerja karena status saya masih karyawan kontrak. Akhirnya dengan berat hati, saya lepas kesempatan saya untuk mengikuti tes tersebut.

 

Lalu di bulan ketiga ketiga dan keempat menjadi awal mula titik terendah dalam hidup saya dimulai. Dimulai dari datangnya wabah Covid-19 yang membuat banyak perusahaan terombang-ambing perekonomiannya hingga dilakukannya pengurangan karyawan. Saya termasuk salah seorang yang harus mengalami dampak dari wabah ini. Tapi, beruntungnya saya masih diberi perpanjangan waktu hingga akhir semester yakni tepat di bulan Juni.

 

Bulan kelima dan enam saya mulai bergegas menata barang-barang yang ada di kantor untuk dibawa pulang kembali ke rumah. Sedih rasanya ketika merapikan kelas untuk terakhir kalinya. Kelas di mana saya bertemu dan saling bertukar cerita sedih dan senang bersama murid-murid yang sudah saya anggap seperti teman saya sendiri. Di satu sisi saya harus menguatkan diri selama menghabiskan sisa waktu terakhir saya di kantor dan di sisi lain saya harus menguatkan diri dalam menghadapi konflik-konflik yang mulai bermunculan. Baik dari keluarga maupun orang terkasih yang saya miliki.

 

Bulan ketujuh dan delapan saya resmi menyelesaikan kontrak saya di sekolah tempat saya bekerja. Dari yang mulanya karyawan kontrak, saat ini berubah menjadi guru freelance. Pemasukan yang awalnya besar, lalu turun drastis membuat saya harus memutar otak agar saya tetap dapat hidup tanpa harus merepotkan keluarga. Bulan kedelapan selalu menjadi bulan yang paling saya tunggu karena di bulan inilah saya lahir ke dunia ini. Syukur alhamdulillah saya mendapatkan kejutan sederhana dari orang-orang yang saya sayang.

 

Saya pikir di bulan kesembilan dan kesepuluh akan menjadi bulan yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, kenyataannya saya harus menelan pil pahit kembali dengan berakhirnya hubungan saya dengan seseorang yang sudah saya jadikan rumah. Rumah yang akan selalu saya jadikan tempat kembali dari lelahnya hidup. Nyatanya baginya, rumah yang ia maksud hanyalah untuk tempat singgah sebelum ia melanjutkan ke tempat tujuannya. Di saat separuh diri saya belum pulih, separuhnya lagi harus tetap kuat dalam melanjutkan hidup. Kesehatan kedua orangtua saya mulai menurun. Bapak yang merasakan batuk berkepanjangan akibat kebiasaan merokok di masa muda serta Ibu yang harus selalu melakukan check­-up pasca operasi pengangkatan tiroid yang tahun lalu ia jalani. Syukur alhamdulillah hasil rapid-test Ibu saya non-reaktif dan operasi pencabutan kawat gigi Ibu saya berjalan dengan lancar sehingga tidak harus bolak-balik ke rumah sakit lagi.

 

Dan di bulan kesebelas ini. Bulan di mana saya menuliskan cerita ini, saya tidak ingin berharap terlalu tinggi lagi. Setidaknya izinkan saya untuk menutup dua bulan terakhir ini dengan sebuah senyuman. Terima kasih teruntuk diri saya sendiri karena kamu sudah mampu melewati seperempat abad terberat dalam hidupmu. Tetap semangat dan tetaplah menjadi seorang gadis yang selalu menebarkan senyum, kegembiraan, dan kebahagiaan di mana pun kamu berada.

You May Also Like

2 komentar

  1. Tak akan abadi kesedihan ini, diakhir badaimu kan ada pelangi, hangatnya mentari kan sinari hari, jangan sedih lagi 🤘
    Keep strong buguru 🤗

    BalasHapus

Tak komentar maka tak sayang. Tak sayang maka tak jadian~